https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/issue/feedMAARIF2023-06-22T12:06:12+00:00M Supriadimsupriadi@maarifinstitute.orgOpen Journal Systems<p class="Text"><strong><span lang="EN-GB">MAARIF: ARUS PEMIKIRAN ISLAM DAN SOSIAL</span></strong><span lang="EN-GB"> adalah jurnal refleksi-kritis Pemikiran Islam dan Sosial. Jurnal ini diterbitkan oleh MAARIF Institute <em>for Culture and Humanity</em>, dengan frekuensi terbit 2 kali setahun (Juni, Desember).</span></p> <p class="Text"><span lang="EN-GB">Jurnal MAARIF merupakan ruang bagi diskursus pemikiran kritis para cendekiawan, agamawan, peneliti, dan aktivis mengenai isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Di antara beberapa cendekiawan yang pernah berkontribusi dalam penerbitan jurnal ini adalah Abdul Munir Mulkhan, Ahmad Jainuri, Ahmad Syafii Maarif, Andreas A. Yewangoe, Anhar Gonggong, Ariel Heryanto, Asvi Warman Adam, Donny Gahral Adian, F. Budi Hardiman, Franz Magnis-Suseno, M. Amin Abdullah, M.C. Ricklefs, Mohamad Sobary, Ratna Megawangi, Reed Taylor, Saparinah Sadli, Syafiq A. Mughni, Vedi R. Hadiz, Yudi Latif, dan beberapa tokoh lainnya.</span></p>https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/205Mewarisi Legacy Buya Ahmad Syafii Maarif: Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan2023-06-13T07:35:10+00:00Moh Shofanmohshofan@maarifinstitute.org<p>Artikel-artikel dalam jurnal ini secara umum melihat secara kritis pemikiran Buya—pasca wafatnya beliau setahun yang lalu—terutama mengenai isu isu keummatan, kebangsaan, kemanusiaan, dan sosial-politik-keagamaan.<span class="Apple-converted-space"> </span></p> <p>Tema yang diangkat dalam jurnal ini juga menandai satu tahun wafatnya Buya Syafii, sekaligus menyambut dua dekade MAARIF Institute, sebuah lembaga yang <em>concern</em> terhadap isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Sejak awal berdirinya, MAARIF Institute telah berkomitmen menjadi salah satu tenda bangsa yang bergerak untuk kerja-kerja kemanusiaan, merawat kebhinekaan, mendorong penegakan HAM, memperjuangkan kebebasan beragama, mengkampanyekan watak dan ciri khas Islam Indonesia sebagai agama <em>rahmatan li al-alamin</em>, inklusif, toleran, egaliter dan non-diskriminatif, yang memiliki kesesuaian dengan demokrasi yang berpihak kepada keadilan sosial, sebagaimana dicita-citakan oleh Buya Syafii Maarif.<span class="Apple-converted-space"> </span></p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/213Islam dan Ideologi Negara dalam Tinjauan: Relevansi Pemikiran Ahmad Syafii Maarif dalam Konteks Indonesia Dewasa Ini2023-06-22T12:04:00+00:00Nuraini Nurainichaniago.aini01@gmail.com<p>Tulisan ini membahas tentang Islam dan pancasila dalam pemikiran Ahmad Syafii Maarif serta latar belakangnya.<span class="Apple-converted-space"> </span>Sebagai seorang cendikiawan Muslim Indonesia, Ahmad Syafii Maarif adalah tokoh bangsa yang lantang menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan sumber data berdasarkan penelitian kepustakaan. Ahmad Syafii Maarif merupakan sosok tokoh yang dijuluki bapak moral bangsa, Pemikiran-pemikiran Buya selalu memakai semangat moral Islam sebagai dasar ia berpijak. Baik tentang pemikiran keislamannya maupun tentang pemikiran politiknya. Bagi Buya Ahmad Syafii Maarif hubungan antara agama dan negara adalah saling membutuhkan. Menurut Buya negara memerlukan agama sebagai sumber prinsip moral transendental demi terciptanya keadilan. Sedangkan agama membutuhkan negara sebagai wadah atau instansi pelindung bagi terlaksananya nilai-nilai moral agama dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sehingga, bagi Buya Ahmad Syafii relasi antara Islam dan negara merupakan satu-kesatuan yang saling berkaitan, dan tidak bertentangan sama sekali.</p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/214Sunni-Syiah sebagai Belenggu Sejarah: Mengurai Pemikiran Ahmad Syafii Maarif tentang Konflik Internal Umat Islam2023-06-22T12:03:42+00:00Taufani Taufanitaufani1987@gmail.com<p>Konflik internal agama tumbuh dengan subur di era pasca Orde Baru ditandai dengan menguatnya kebencian berdasarkan sektarianisme Sunni dan Syiah. Artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan pemikiran Ahmad Syafii Maarif (ASM) terkait konflik Sunni dan Syiah yang selama ini belum banyak dikaji oleh para sarjana. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif di mana data diperoleh dari tulisan-tulisan ASM yang fokus membahas tentang persoalan Sunni dan Syiah dan diperkaya oleh berbagai buku dan jurnal yang relevan dengan fokus studi. Artikel ini menunjukkan bahwa konflik Sunni dan Syiah yang terjadi dewasa ini, termasuk di Indonesia, adalah buah dari warisan konflik para elit Arab yang dimulai dari para sahabat Nabi hingga konflik antarnegara Arab di era kontemporer. Akar masalah dari konflik tersebut adalah adanya nafsu akan kekuasaan politik oleh para elit Arab. Pemikiran ASM dapat menjadi alternatif pemikiran di tengah menguatnya sumbu ekstrim Sunni dan Syiah yang telah memecah persatuan dunia Islam.<span class="Apple-converted-space"> </span></p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/206Agama, Manusia dan Kebinekaan: Gagasan Ahmad Syafii Maarif tentang Islamisasi, dan Pluralisme 2023-06-22T12:06:12+00:00Martin Lukito Sinagamlsinaga@yahoo.com<div class="page" title="Page 10"> <div class="section"> <div class="layoutArea"> <div class="column"> <p>Agama Islam sebagai kekuatan publik yang transformatif dan toleran menjadi perhatian Ahmad Syafii Maarif (ASM). Kebinekaan ataupun komitmen atas kemajemukanlah baginya terlebih sebagai sebentuk produk ideal tatkala “<em>force</em>” islamisasi mentransformasi masyarakat Indonesia. Keutamaan Muhammadiyah, yaitu virtue Islam modern yang ia terima, tampaknya cukup meyakinkannya bahwa setiap manusia adalah makhluk Allah yang dengan kemanusiaannya harus dihormati, tanpa membedakan agama atau pun budaya apalagi ras-nya. Studi yang cukup mendalam dari Mohammad Qorib, menegaskan bahwa ASM berada selangkah menjelang Cak Nur dalam pendalaman teologis tentang pluralisme. Bagi ASM “nilai-nilai demokrasi, pluralisme, hak-hak asasi manusia, toleransi, prinsip kesetaraan jender, dan bangunan masyarakat sipil—hal yang berkembang di dunia modern—sesungguhnya dari sisi ajaran autentik Islam, tidak ada yang aneh”. Teologi pluralisme dapat memberi basis yang semakin kokoh bagi komitmen kebhinekaan dan kemanusiaan sebagaimana selama ini dipraktikkan oleh ASM.</p> </div> </div> </div> </div>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/207Warisan Buya dan Kita: Catatan-catatan Personal2023-06-22T12:05:54+00:00Trisno S. Sutantotrisnosutanto@gmail.com<div class="page" title="Page 18"> <div class="section"> <div class="layoutArea"> <div class="column"> <p>Jika kita ingin merawat dan melanjutkan warisan pemikiran Buya Syafii ke depan, kita masih akan bergumul dengan persoalan-persoalan dasar politik kebangsaan. Setidaknya ada beberapa dimensi yang harus terus menerus diperjuangkan. Pertama, sangat jelas bahwa masa depan sistem demokrasi hanya akan berdiri teguh dan hidup (<em>vibran</em>t) jika dilandaskan pada prinsip kewarganegaraan (<em>citizenship</em>) yang inklusif dan non-diskriminatif. Kedua, prinsip kewarganegaraan itu hanya dapat dijaga jika dilandaskan pada asas kebebasan dan toleransi. Sebab kebebasan tidak boleh mengancam toleransi dan sebaliknya toleransi tidak boleh mematikan kebebasan. Ketiga, adalah meritokrasi sebagai satu-satunya tolok ukur yang diperbolehkan dalam sistem demokrasi. Itu berarti, seorang (<em>calon</em>) pemimpin publik hanya boleh dinilai berdasarkan karya nyata dan pengabdiannya bagi masyarakat luas, bukan oleh karena asal usul suku, ras, keyakinan, atau bahkan orientasi seksualnya. Sudah pasti, ini akan menjadi perjuangan jangka panjang demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Buya Syafii dan para guru bangsa sudah memulainya dan meninggalkan warisan sangat berharga.</p> </div> </div> </div> </div>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/208Dari Ego-system Menuju Eco-system: Pemikiran dan Laku Buya Syafii Maarif & Amin Abdullah2023-06-22T12:05:36+00:00Alimatul Qibtiyah alimatul.qibtiyah@uin-suka.ac.id<p>Bingkai Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan dalam satu tarikan nafas ditunjukkan oleh cendikiawan Muslim Progresif Indonesia, Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii) dan diamini oleh M. Amin Abdullah. Walaupun ada pertautan umur sekitar 15 tahun, namun beliau berdua mempunyai kemiripan dalam pemikiran dan laku dalam kehidupan sehari-hari. Potret beliau berdua sebagai Muslim Progresif, Faithful Patriotisme, & Pembela Pancasila otentik dan valid. Integritas tanpa batas juga mengkristal dalam kehidupan mereka. Nilai-nilai dan normativitas yang sudah digagas dan dicontohkan dua tokoh ini akan membudaya menjadi nilai semua warga jika dilakukan dengan upaya sistematis yang mengarah perubahan dari nilai individu (<em>ego-system</em>) menjadi nilai bersama (<em>eco-system</em>). Upaya dilakukan dengan memahami dengan detail fenomena dan persoalan yang ada, lalu melihat dari dekat, merasakan dan menemukan mental model untuk selanjutnya diperlukan cara berfikir baru yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan dan selanjutkan dimasifkan dan berdampak pada perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan itu akan dapat berjalan dengan efektif jika ada <em>open will</em>, <em>open heart</em>, dan <em>open mind</em>.</p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/209Membumikan Gagasan Besar Buya Syafii Maarif: Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan2023-06-22T12:05:18+00:00Moh. Shofanmohshofan@maarifinstitute.org<p>Buya Syafii Maarif bukan hanya dikenal sebagai seorang cendekiawan, guru bangsa dengan kepribadian yang humanis, tetapi juga dikenal sebagai seorang sejarawan yang kritis, mantan Ketua PP Muhammadiyah (1998-2005) dan salah satu ikon intelektual Islam gelombang pertama di Indonesia. Tak diragukan lagi, pemikiran dan karya intelektualnya memiliki pengaruh besar dalam pembentukan tradisi intelektualisme Islam di Indonesia. Pemikiran-pemikirannya tentang isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan, telah membuka pintu gerbang cakrawala keilmuan bagi para penerus bangsa. Sebagai seorang cendekiawan yang selalu menganjurkan “kemerdekaan berpikir”, dimensi kreatif pikiran Buya Syafii, merambah semua wilayah dengan suatu keyakinan penuh, yakni mengubah kemapanan yang membelenggu kreatifitas pemikiran manusia ke arah suatu “kemajuan” melalui trilogi Pembaruan: Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan. Untuk merealisasikan gagasan-gagasan Buya Syafii yang <em>concern</em> terhadap isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan, maka pada 28 Februari 2003 didirikan lembaga MAARIF Institute for Culture and Humanity di Jakarta. Berdirinya MAARIF Institute tidak dapat dipisahkan dari gagasan besar Buya Syafii, sehingga nama Maarif digunakan sebagai nama lembaga. Pendirian MAARIF Institute tidak lain merupakan ikhtiar untuk merealisasikan gagasan besar Buya Syafii yang terangkum dalam konsep keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. <span class="Apple-converted-space"> </span></p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/210MAARIF Institute, Rumah Besar Gerakan Pemikiran Ahmad Syafii Maarif2023-06-22T12:04:59+00:00David Krisna Alkadavidkrisna@gmail.com<p>MAARIF Institute dan Ahmad Syafii Maarif tak bisa dipisahkan. Satu-menyatu dan sokong menyokong dalam segala hal. Ia menjadi bumi gerakan pemikiran Syafii Maarif. Penerusan nilai-nilai utama yang digagas oleh Syafii Maarif menjadi fondasi dalam budaya gerakan MAARIF Institute. Lembaga ini terus berkomitmen untuk mempromosikan pemikiran keagamaan yang inklusif, toleran, egaliter, berkeadilan, untuk mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan yang berkelanjutan, sebagaimana yang diwariskan oleh pendirinya. MAARIF Institute memiliki peran penting dalam memfasilitasi pemikiran kritis, dialog, dan pertukaran ide di antara generasi muda, yang menjadi salah satu kekuatan yang membentuk wacana publik berlandaskan pada pemikiran ilmiah, kearifan lokal, dan nilai-nilai kemanusiaan universal.</p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/211 Buya Syafii: Suluh Bangsa, Sang Pluralis Indonesia2023-06-22T12:04:39+00:00Angelique Maria Cuacaangeliquemariacuaca@gmail.com<p>Prof. Ahmad Syafii Maarif merupakan salah satu tokoh bangsa pluralis yang berani dan tegas menentang intoleransi. Ia lantang mengritik aliansi pragmatis antarelit politik dengan kelompok-kelompok yang main hakim sendiri yang tumbuh subur pascareformasi. Aliansi tersebut melahirkan berbagai bentuk tindakan diskriminasi, premanisme serta peraturan daerah bernuansa keagamaan. Polarisasi bangsa menguat akibat aliansi pragmatis yang mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan dan lebih mengejar kepentingan sektarian. Kondisi ini bertentangan dengan semangat persatuan dan Bhinneka Tunggal Ika yang digagas para pendiri bangsa. Kritik Buya Syafii berlandaskan pada penghayatan Pancasila yang semestinya dijalankan penuh tanggung jawab. Tak hanya pada perkataan, Buya Syafii menunjukkan pada sikap dan lakunya. Ia berdiri di barisan depan saat kelompok yang diminoritaskan dipersekusi dan dibatasi hak-haknya sebagai warga negara. Keberpihakannya terhadap kelompok papa dan rentan membuat dirinya dikecam banyak orang. Ia dituduh kafir, sekuler, liberal dan antiagama. Namun ia tidak gentar dan tetap pada pendiriannya.</p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023 https://jurnal-maarifinstitute.org/index.php/maarif/article/view/212Alam Rantau Ahmad Syafii Maarif, dan Kebebasan Beragama di Indonesia2023-06-22T12:04:20+00:00Nirwansyah Nirwansyahnirwann3456@gmail.com<p>Salah satu isu sensitif yang tak jarang mengundang pro dan kontra adalah persoalan kebebasan beragama. Dalam Islam, terdapat doktrin terkenal yang melarang melakukan paksaan terhadap seseorang dalam beragama. Islam memberikan pilihan bebas kepada manusia untuk memeluk agama sesuai nuraninya. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam juga telah mengatur rambu-rambu tentang hubungan antaragama. Adapun Indonesia sebagai negara super majemuk, relatif berhasil mengelola kebebasan beragama yang berdiri tegak di atas Pancasila. Tulisan ini hendak menampilkan secara deskriptif gagasan salah satu Muslim Pluralis, yakni Buya Ahmad Syafii Maarif tentang kebebasan beragama dengan menggunakan metode berpikir deskriptif dan metode studi tokoh. Tujuannya untuk mendeskripsikan gagasan Buya Syafii Maarif tentang kebebasan beragama serta kaitannya dengan toleransi. Hasilnya didapatkan bahwa bagi Buya, kebebasan beragama dan toleransi tidak saja diperlukan bagi masyarakat yang majemuk, melainkan termasuk unsur penting dari keislaman. Sikap serta gagasan Buya tersebut merupakan hasil perpaduan alam kelahiran, alam rantau, dan paham Islam Berkemajuan ala Muhammadiyah.</p>2023-06-22T00:00:00+00:00Copyright (c) 2023